Nadiem Akan Hapus 3 Dosa Besar di Dunia Pendidikan: Intoleransi, Perundungan, & Kekerasan Seksual

Tribunnews/Jeprima

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/3/2021). Nadiem Makarim mengungkapkan, baru 15 persen sekolah di Indonesia yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 ketat. Tribunnews/Jeprima 

Senin, 10 Mei 2021 06:26 WIB

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, bertekad akan menghapus tiga dosa besar dalam dunia pendidikan Indonesia.

Hal ini disampaikan Nadiem dalam webinar bertajuk Puasa, Kemanusiaan, dan Toleransi, yang digelar pada Sabtu (8/5/2021).

Dalam sambutannya, Nadiem mengungkapkan kasus intoleransi masih terus terjadi di lingkungan sekitar, terutama sekolah dan kampus.

Padahal, menurutnya, sekolah dan kampus bisa menjadi tempat untuk belajar menghargai perbedaan.

"Pada kenyataannya, kasus-kasus intoleransi terus saja terjadi di sekitar kita. Hal tersebut dikarenakan belum adanya kebijakan yang langsung mengarah kepada pencegahan atau penanganan kasus intoleransi."

"Ironisnya lagi, cukup banyak praktik intoleransi yang terjadi di sekolah atau di kampus, yang semestinya menjadi tempat belajar caranya menghargai perbedaan melalui pertemanan dan pelajaran di dalam kelas," bebernya.

Terkait hal itu, Nadiem menegaskan pihaknya bertekad akan menghapus tiga dosa besar dalam dunia pendidikan Indonesia, yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.

"Karena itu, kami bertekad untuk menghapuskan semua bentuk tiga dosa besar di dunia pendidikan Indonesia, yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual," tegasnya.

Nadiem berpendapat, pendidikan seharusnya bebas dari intolerasi karena kreativitas, nalar kritis, dan inovasi, hanya bisa berkembang jika peserta didik dan pendidik bisa belajar tanpa paksaan dan tekanan.

Ia pun meminta agar semua pihak menanamkan rasa cinta terhadap perbedaan dan menularkannya pada lingkungan sekitar.

"Tanamkan dalam benak kita rasa cinta terhadap perbedaan. Lalu tularkan kepada orang-orang di sekitar kita agar semua orang punya hak yang sama dalam beragama, belajar, dan berkarya."

"Oleh karena itu, mari bersama-sama mewujudkan Indonesia yang bebas dari intoleransi, yang akan mengakselerasi kemajuan bangsa kita," pungkasnya.

Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Mendikbudristek setelah dilantik Presiden Joko Widodo pada Rabu (28/4/2021).

Saat dilantik, Nadiem mengungkapkan riset dan teknologi adalah hal yang sangat dekat di hatinya.

"Riset dan teknologi adalah suatu hal yang sangat dekat di hati saya merupakan suatu hal yang telah saya tekuni sebelum saya melakukan tugas ini di Kementerian Pendidikan Kebudayaan," ujarnya usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, dilansir Tribunnews.

Karena itu, Nadiem mengatakan dirinya akan menjalankan amanah sebagai Mendikbudristek sebaik mungkin.

Satu diantaranya adalah meningkatkan kualitas dalam inovasi, riset, dan teknologi di perguruan tinggi.

"Ini merupakan suatu tantangan baru yang pasti dan amanah ini pasti akan kami laksanakan dengan sebaik-baiknya," tandasnya.

Kasus Cyber Bullying di Kalangan Siswa Meningkat

Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih, mengungkapkan satu di antara persoalan yang menjadi fokus Kemendibudristek adalah terkait perundungan.

Menurutnya, dari data Kemendikbud tahun 2019, ada sebanyak 41 persen peserta didik melaporkan mengalami perundungan dengan berbagai jenis.

Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini belajar dilakukan secara jarak jauh.

Sehingga potensi perundungan terjadi dalam bentuk lain yang tidak dapat langsung dikontrol oleh guru.

Khususnya yang belajar menggunakan metode daring.

"Interaksi antarpeserta didik dilakukan secara daring dan kemudahan akses terhadap sosial media yang tidak mudah dikontrol, sangat berpotensi meningkatkan perundungan (cyber bullying),"terangnya, dikutip dari Direktorat Pendidikan Sekolah Dasar Kemendikbud, Selasa (4/5/2021).

Menghadapi persoalan tersebut, lanjut Sri, Kemendikbudristek telah melakukan berbagai langkah responsif.

Diantaranya melalui kegiatan pendampingan psikososial terhadap peserta didik selama masa pandemi Covid-19.

Bentuk penanganan psikososial

Sri mengungkapkan, penanganan psikososial ini dilakukan dalam beberapa bentuk, antara lain:

1. Fun Learning;

2. Spiritual Approach;

3. Berorientasi pada peningkatan motivasi belajar;

4. Edukasi anti perundungan.

Selain itu, upaya yang terus dilakukan Kemendikbudristek sejak dulu yakni dengan pendampingan implementasi modul anti kekerasan.

Dimana secara substansi dilakukan advokasi terhadap anak-anak yang mengalami kekerasan.

"Pendampingan ini juga dilakukan selama pandemi Covid-19 dengan didukung keterlibatan orang tua dan guru dalam mencegah tindak kekerasan terhadap anak," tuturnya.

Sri menegaskan, tantangan yang dihadapi Kemendikbudristek sangatlah kompleks.

Tidak hanya fokus untuk kesetaraan gender, namun dalam mewujudkan kesetaraan pendidikan.

"Tidak hanya berorientasi pada anak perempuan saja, akan tetapi semua anak Indonesia."

"Karena pemerintah memandang bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang merata dan berkeadilan," tegasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Akses Medsos Picu Meningkatnya Cyber Bullying di Kalangan Siswa"

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Mahar Prastiwi)

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati

Sumber : https://www.tribunnews.com/