Menengok Rencana Kemdikbud Dorong D3 Naik Tingkat
Foto: Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto (Istimewa)/Menengok Rencana Kemdikbud Dorong D3 Naik Tingkat
Rabu, 10 Mar 2021 18:06 WIB
Puti Yasmin - detikNews
Jakarta - Masih banyak yang memandang sebelah mata para lulusan diploma, termasuk D3. Padahal, mereka memiliki banyak kemampuan praktek dibanding lulusan yang lain saat pertama kali memasuki dunia kerja.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi pun berupaya untuk meningkatkan kualitas lulusan diploma agar tidak 'diremehkan'. Hal itu dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan kenaikan status D3 menjadi D4 atau sarjana terapan.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemdikbud Nomor 55/D/HK/2020 tentang Persyaratan dan Prosedur Peningkatan Program Diploma Tiga Menjadi Sarjana Terapan.
Lantas, seperti apa program D3 naik tingkat yang dimaksud? detikcom berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemdikbud Wikan Sakarinto yang juga mantan Dekan Sekolah Vokasi UGM pada Rabu (10/3/2021).
Berikut petikan wawancara dengan Wikan Sakarinto:
- Boleh dijelaskan tujuan program diploma tiga naik tingkat ini seperti apa Pak?
Kalau tujuan utama itu ada tiga, satu untuk menyediakan lulusan vokasi yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan industri. Bukan berarti D3 nggak sesuai ya. Kedua, untuk menciptakan karier atau kehidupan masa depan yang baik pada kehidupan lulusan vokasi, kalau D3 secara karier dan income di bawah S1, padahal kompetensi di atas rata-rata. Ketiga adalah untuk menghasilkan calon mahasiswa vokasi yang nggak nanggung dan nggak ragu-ragu. Ini saya jelaskan satu-satu poinnya ya.
Poin 1A untuk menciptakan lulusan yang kompeten dan match artinya siap kerja, maka kebijakan kami adalah upgrade D3 jadi D4. Tapi, sebelumnya, ada kebijakan yang mendasar lagi itu SMK-D2 Jalur Cepat. Jadi yang nanggung dinaikin, lalu yang operating ditingkatkan.
Ini wajib dilakukan bersama-sama dengan industri, minimal 3 industri sebidang yang menemani D3, misalnya D3 Teknik Mesin, Teknik Manufaktur diupgrade jadi D4 Teknologi Rekayasa Produksi itu harus mengajak kaya Astra atau perusahaan industri yang mapan. Jadi D4 setara S1 sarjana terapan ini caranya dengan link and match skema 8+I.
Untuk 1B itu kenapa memerlukan industri? Karena lulusan D3 industri senang, kecenderungan skill-nya diharapkan, tapi mohon maaf incomenya bisa nggak tinggi, dan kariernya nggak semanis level S1. Tapi, di satu sisi industri beruntung dapat bagus dan nggak perlu keluarin banyak biaya.
Tapi, rata-rata lulusan D3 masuk karena nggak keterima di S1. Intinya, kalau masuk D3 tidak dengan keinginan dan tidak paham goal, nggak passion pasti lulusnya nanggung. Walaupun begitu, ada anak D3 yang ya sudah gagal S1 nggak apa-apalah belajar D3
Tapi, kalau anak D3 lulus kuliah ada tiga skenario. Satu, bekerja lalu keluar dari pekerjaannya dan ambil S1 karena dulu maunya S1, ternyata kok kariernya gaji, nggak semanis S1 meskipun beberapa industri nggak masalahin, tetapi ada industri nasional besar menerapkan jenjang karier gap-nya antara D3 dan S1 masuk 12 tahun sangat besar itu. Untuk nol tahun saja lulusan D3 yang kerja di sana sudah 12 tahun di belakang, bahkan ada yang bilang 15 tahun. Kalau D3 mau kerja keras baru nol tahun. Akhirnya mikir kalau kerja bentar dan ambil S1, ambil ekstensi.
Di sini ada komplain juga kenapa ambil S1 akademik dan jadi lemah kompetensinya, ibarat masak nasi goreng 3 tahun, dan lanjut jadi nasi kuah, sehingga perusahaan industri merasa kehilangan. Padahal pas pegawai baru di-training perusahaan kan tapi ditinggal kuliah. Kalau nggak ditinggal pergi mereka ambil program ekstensi di weekend dan biaya juga besar.
Nah, daripada industri ditinggalin pegawainya, mendingan ayo bersama-sama masak bareng dengan industri. D4 diajar bersama masuk ke kurikulum, On Job Training (OJT) dimasukin, dan diajar bareng 50 jam per semester per prodi yang ngajar wajib industri, menu dibikin bersama, dan magang nanti juga ya, nanti kan bisa diangkat.
Jadi ini konsepnya menguntungkan industri sehingga nanti lulusan nggak kelamaan lagi dan plus kalau sudah lulus kerja di situ nggak ninggalin untuk kuliah. Membuat kebahagiaan lulusan karena karier dan gaji yang lebih baik tapi dengan kondisi yang komplet ini menguntungkan juga, mendapatkan skill yang kompeten juga sehingga trainingnya jadi langsung.
Ketiga, menghasilkan calon mahasiswa yang nggak nanggung dan ragu-ragu ini terkait dengan passion nanti anak-anak SMA, SMK dan MA itu kalau mau masuk perguruan tinggi mau pilih S1 dan D4 sama-sama menariknya, silakan tentukan what your passion, bekerja pada passion, bekerja sudah bahagia apalagi dapat gaji, mau pilih S1 akademik atau terapan sama baiknya.
Kayak sekarang ini milih D3 akhirnya nggak minat, ini ada data, saya dulu dekan di vokasi UGM. Pas saya jadi dekan saya menyetop penerimaan D3 dan buka D4 capeknya minta ampun. Karena misalnya tahun ini memaksa D3 100% nanti tahun kedua itu rontok (jumlah mahasiswanya) 10-20%. Jadi memang nggak niat, jadi pas tahun kedua ada kursi kosong dan alat lab tinggal, 10-20% jadi anak-anak pintar nggak keterima S1 dan minimal hilang.
Artinya apa? Kalau anak-anak yang milih D4 sesuai passion, S2 terapan bisa lanjut kuliah, pada level Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) itu D4 level 6, kalau D3 level 5, dan D2 level 4.
Nah, itu kan tiga hal yang saya explore lebih jauh, dan konsep besarnya, industri mau D3 diletakkan di sifatnya operating atau technical, kalau S1 di manajerial atau supervisor.
Kalau di-upgrade, nggak butuh dosen tambahan. Jadi menggunakan existing infrastruktur. Jadi ibarat ganti baju, dulu ini nggak ada, saya mati-matian dulu D4 buka kerja sama dengan 5 industri sekarang cukup 3 industri.
Nanti, yang pegang, kuatin itu dipegang D2. Satu, SMK dikawinkan dengan D2, jadi SMK di-connect ke vokasi yang punya prodi D2. Satu lagi syarat 'pernikahan', mereka SMK, lalu perguruan tinggi vokasi sejak kelas 1 SMK kurikulum dibuat bersama link and match sejak kelas 1 SMK diajar guru, dosen perguruan tinggi vokasi, expert industri, namanya merdeka belajar.
Mau kerja boleh, mau lanjut ke D2 boleh langsung 1,5 tahun namanya Jalur Cepat. Dan 1,5 tahun cuma setengah tahun di kampus dan 1 tahun di industri, dual system seperti di Jerman itu magang sambil learning di industri. Saya gabungkan Jepang dan Jerman. Kalau di Jepang SMK 5 tahun, kita 4,5 tahun (D2 Jalur Cepat) dan konsep di Jerman.
Artinya, nanti industri punya pilihan menu, mau butuh lulusan yang matang technicalnya, misalnya ahli las tapi bisa underwater atau montir yang sudah matang tinggal ambil D2. Kalau butuh tenaga kerja supervisi atau produk designer ambil lulusan D4, kalau butuh lulusan yang lebih inovatif ambil lulusan magister terapan.
Sehingga menunya, mau SMK, D2, D4, S2 Terapan. Mau menaikkan kualitas itu inputnya dulu sehingga kualitas output ditingkatkan.
- Ada laporan industri merasa kehilangan program studi D3?
Jelas, ada ganti D3 jadi D4. Saya saat jadi Dekan UGM, manajer HRD PLN datang ke UGM, 'Pak Dekan kami ini butuh lulusan teknik elektro', saya bilang harusnya komunikasikan dengan industri. Saya jawab cuma dalam 15 menit langsung ngajak salaman dan mau buka D4, tim pengajar bisa dari kami (PLN). Akhirnya PLN punya kelas kerja sama dengan 5 perguruan vokasi, menyatakan lulusan D4 yang kita rancang jauh lebih bagus dan siap lulusannya karena magangnya di PLN. Jadi psikologinya sudah diberi ikatan dinas dan diajar dosen PLN dan praktek di PLN dan sertifikasi PLN dan lulusan bisa langsung diserap
- Apakah ini program ini memang dibutuhkan industri?
Dulu karena komplain dan saya jawab jadi itu, memang saya harus bilang nggak semua industri kaya PLN. Jadi masalah komunikasi, industri dikomunikasikan karena prodi dibuat bersama, tapi ada tapinya, sejak 2 tahun terakhir ada perusahaan yang mau menerima lulusan D4 kaya PLN dan Pertamina Hulu Energi, Astra juga sudah terkenal, ada ratusan perusahaan yang tahu lulusan D4. Tapi kita mesti komunikasikan.
- Bentuk kerja sama dengan industri bakal seperti apa? Lulusan bakal diterima atau menerima magang?
Nanti ini 8+i ini kerjasamanya ada 8 aspek. Satu, kurikulum disusun bersama dengan industri, kalau industri mau masukin OJT boleh. Kedua project based learning untuk menguatkan kompeten harus garap project riil dari industri, dan ketiga dosen dari expert minimal 50 jam per semester per prodi. Jadi, industri diminta datangkan dosen tamu, jadi nggak bisa D4 diajar oleh dosen saja.
Lalu, magang minimal 1 semester, lima sertifikasi jadi nggak hanya terima ijazah tapi sertifikasi kompetensi yang diakui industri, keenam dosen-dosen vokasi wajib di-training wajib, ketujuh riset terapan itu harus diawali dengan kasus industri di masyarakat, jangan hanya buat paper tapi menghasilkan produk yang dibutuhkan masyarakat, kedelapan komitmen menyerap lulusan kalau sudah buat menu dan masak bersama kan bisa menyerap nggak maksa, ya kan ingin nyicip.
Plus i, ini bisa macam-macam,misalnya ingin nyumbang lab vokasi dengan peralatan kita dan beri donasi, beasiswa yang lain silakan tapi nggak wajib.
- Apakah seluruh D3 wajib jadi D4?
Jawaban saya tidak wajib karena keputusan upgrade ada di pimpinan perguruan tinggi masing-masing tetapi ini merupakan terobosan, nggak pernah ada di Indonesia. Ini harus dimanfaatkan pengelola D3 karena D4 biasanya buka baru. Ini nggak dari nol, nggak perlu ngumpulin lagi dosen dan infrastrukturnya dan ini adalah peluang.
Tapi saya harus sampaikan kebijakan untuk saat ini dan ke depan kita memang akan lebih fokus pada penguatan D2 dan D4, kebijakan ini penguatan SMK, D2, dan sarjana terapan (D4) dan S2 terapan. Tapi bukan berarti D3 mau ditelantarkan ya
- Lantas, kalau begitu nasib D3 bagaimana?
Silakan jalan, kita beri fasilitas juga tapi fokus proporsi ke D4, D2, dan S2 terapan. Bedanya D4 dengan S1 yakni proporsi kurikulum 60% praktek dan 40% teori minimal kan, ini beda dan banyak di lab, project based learning. Bedanya dengan S1 kan lebih ke analogika, dan langsung dilakukan betulan, kalau las ya betulan ini.
- Sudah ada berapa industri yang mau kerja sama?
Sudah banyak, ini kan juga minimal 5 industri, jadi intinya kaya komunikasikan ke PLN saja, datang komplain, dan tertarik.
- Ada berapa banyak diploma yang ditargetkan naik tingkat tahun ini?
Harapan upgrading, harapan saya ada 100-200 D3 jadi D4. Ini sudah dibicarakan dan respons tertarik dan paham D3 itu susah waktunya tapi saya bilang D4 harus masak bareng industri.
- Sudah ada politeknik atau sekolah vokasi apa yang mau tertarik atau melaksanakan program ini Pak?
Banyak, Politeknik sudah, terus vokasi IPB, Undip, UI, vokasi Unair, ITS ini sudah banyak. Politeknik Negeri Bandung, Politeknik Negeri Jakarta itu contohnya sejak semester 1 kerja di industri kerja sama dengan BUMN bidang teknik sipil, bahkan ada yang magangnya sampai ke luar.
Di luar negeri jarang ada D3, Belanda nggak kenal, bachelor di sana 3 tahun, di sana lulusan D3 lanjutnya susah, dan S2 kan, kalau D3 bisa lanjut. Jadi soft kompetensi dan hard kompetensi kuat, ini yang mahal.
- Apa saja syarat vokasi D3 bisa naik tingkat jadi D4?
Akreditasi minimal B, ada rekam jejak link and match yang mapan. Jadi lahir langsung karier, asal kuat sudah punya rekam jejak sukses untuk penilaian, syarat 8+i sudah mereka lakukan.
- Terakhir Pak, soal data kebutuhan D4 di Indonesia seperti apa?
Kan butuh tenaga kerja murah tapi terampil, nah menurut saya ini masalah komunikasi saja, kalau dikomunikasikan dengan baik kan dirancang bersama, kan nanti mau keluar dari pekerjaan atau nyambi kuliah kan fokusnya berkurang dan kalau lanjut S1 akademik. Jadi kalau dapat lulusan yang belum jadi sayang. Jadi intinya menguntungkan industri asal bersama.
(pay/pal)
Suber : https://news.detik.com/