EtikaInternet Diusulkan Masuk Kurikulum, Jawaban Nadiem di Luar Ekspektasi

Mendikbud Nadiem Makarim mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019). [ANTARA

FOTO/Wahyu Putro]

Kamis, 11 Juni 2020 | 16:26 WIB

Dany Garjito | Rifan Aditya

"Kita ada sebuah gagasan kalau harus ada etika internet, etika di era digital yang masuk di kurikulum dan sekolah-sekolah di Indonesia," kata Andovi.

Suara.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mendapat usul untuk memasukkan tata krama online atau etika internet ke dalam kurikulum.

Usulan ini berasal dari Youtuber kakak beradik, Jovial da Lopez dan Andovi da Lopez. Gagasan itu muncul dari pengalaman keduanya mendapat cyber bullying selama bertahun-tahun berkarya di dunia digital.

Hal itu dijelaskan dalam video yang diunggah ke kanal YouTube skinnyindonesian24 bertajuk "Jawaban Nadiem Makarim" pada Senin (8/6/2020).

"Ini (cyber bullying) adalah sesuatu yang kalau kita diemin aja generasi sekarang dan generasi kedepan makin bakal tambah parah," kata Andovi.

Jovi menimpali, "Jadi gua pikirin gimana cara semua anak muda Indonesia bisa teredukasi masalah ini."

"Kalau kita bikin satu video ini doang kemungkinan yang teredukasi hanya orang yang nonton video ini. Kalau video ini tidak di-share mati di situ," imbuhnya.

Keduanya lalu memiliki usul untuk memasukkan tata krama online atau etika internet ke kurikulum Indonesia.

"Isi kurikulumnya seperti apa kita enggak tahu secara detil. Tapi kita ada sebuah gagasan kalau harus ada etika internet, etika di era digital yang masuk di kurikulum dan sekolah-sekolah di Indonesia," kata Andovi.

Maka dari itu Andovi dan Jovi menyampaikan usulan tersebut kepada Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Nadiem, kepada Andovi dan Jovi, menceritakan bahwa dirinya juga pernah menjadi korban bullying. Namun, Nadiem mengaku tidak semudah itu memasukkan usul tata krama online ke kurikulum.

"Apapun masalah dalam negeri ini masukin aja mas menteri di kurikulum, kelar. Sama sekali enggak," ujar Nadiem.

Menurut Nadiem, isu bullying dan masalah lain seperti pelecehan seksual serta intoleransi tidak dapat semudah itu diselesaikan melalui perubahan kurikulum.

"Kenyataannya aja sekarang yang dimasukkan dalam kurikulum itu aja enggak terserap. Konsep pembelajaran sama internalisasi itu beda sama dimasukkan dalam kurikulum," ucap Nadiem.

Dimasukkan dalam kurikulum adalah langkah pertamanya, kata Nadiem. Masih ada langkah-langkah berikutnya yang rumit, seperti interpretasi guru, proses pedagogi, hingga turun ke murid.

"Jadi, jelas solusinya bukan masukin aja mas menteri ke kurikulum. Masukin segala macem, climate change segala, asal dimasukin udah kelar begitu, enggak salah total," tegas Nadiem.

Pendiri Gojek ini tak beranggapan kurikulum tidak dapat membantu permasalahan cyber bullying dan isu lainnya.

"Kurikulum bisa membantu dengan cara yang tadi disebut mengenai mengasah critical thinking. Kedua, kurikulum bisa sangat membantu untuk menemukan rasa security dan safety (aman dan nyaman)," kata Nadiem.

Ia berpendapat bahwa setiap anak berkembang dalam bidang dan fase yang berbeda-beda. Sehingga memaksakan perubahan dalam kurikulum untuk mencapai standar pendidikan tertentu bukan sebuah solusi.

Sumber : https://www.suara.com/