Menristekdikti Tuntut Peningkatan Kompetensi Dosen
Foto: Menristekdikti (Okezone)
Senin 04 Februari 2019 11:17 WIB
Koran SINDO, Jurnalis
JAKARTA – Era disrupsi inovasi menuntut perguruan tinggi untuk membuka perkuliahan e-learning. Namun pembela jaran online ini menuntut kompetensi dosen yang tinggi.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohammad Nasir mengatakan, sistem pembelajaran e-learning tetap harus diimbangi dengan peningkatan kompetensi dosen.
Mahasiswa yang dihadapi dosen saat ini adalah mahasiswa generasi milenial dan generasi Z. Karena itu, menurut dia, dosen juga harus meningkatkan kompetensi keilmuan serta melakukan inovasi metode pembelajaran.
“Saya sampaikan ini amat penting untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi dosen. Kita harus bisa melakukan evaluasi diri, ada di mana posisi kita dibandingkan dengan negara lain, sehingga hal ini bisa dimanifestasikan kepada para mahasiswa agar mereka dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia,” kata Nasir saat peresmian gedung baru Development of Education in Seven Universities Project (7 in 1 Project) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) kemarin.
Nasir mengungkapkan, dosen yang berkompetensi dan selalu sadar akan perkembangan ilmu di negara lain akan membuat mahasiswa lebih kompetitif dalam menyejahterakan rakyat.
Dalam meningkatkan kompetensinya, dosen perlu berinisiatif mendapatkan ilmu dari berbagai sumber, salah satunya melalui materi pembelajaran dalam jaringan (online learning ).
“Sementara itu dari sisi mahasiswa, yang harus dibenahi adalah kesiapan belajar mandiri mahasiswa. Karena pembelajaran daring lebih banyak mengadopsi istilah self-directed learning, maka self-directed learning mahasiswa menjadi penting,” tandasnya.
Mantan Rektor Universitas Di ponegoro ini mengaku percaya mahasiswa Indonesia sudah tidak asing dengan perkembangan teknologi sehingga mereka dapat lebih adaptif pada penggunaan online learning .
“Kalau dari sisi literasi teknologi, saya kira tidak ada masalah yang berarti karena mahasiswa kita saat ini pada dasarnya sudah merupakan digital native,” ungkap Nasir.
Proses pembelajaran secara daring (e-learning) telah dilakukan di berbagai perguruan tinggi Indonesia dan kedepannya akan jauh lebih banyak perguruan tinggi yang mengadopsi sistem ini. Nasir mengatakan, dengan adanya e-learning, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia bisa lebih tinggi dari APK saat ini yang sebesar 34,58.
Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darodjat mengatakan, UT diberi amanah dari pemerintah sebagai mitra strategis dalam rangka meningkatkan APK pendidikan tinggi.
Salah satu cara yang paling memungkinkan untuk menaikkan APK secara masif adalah dengan pendidikan jarak jauh (PJJ). “Kita ingin agar pada 2020 nanti APK pendidikan tinggi bisa mencapai 40%,” katanya.
Ojat menjelaskan, adanya PJJ menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin kuliah, tetapi terbatas waktu dan tempatnya. PJJ juga menjadi jawaban bagi masyarakat daerah pinggiran yang selama ini tidak terjangkau perguruan tinggi dengan metode tatap muka.
Karena itu, lanjutnya, UT memberikan kesempatan bagi masyarakat di daerah pinggiran untuk bisa kuliah dengan PJJ. Ini merupakan jawaban untuk menyukseskan program Presiden Jokowi, yakni membangun Indonesia dari pinggiran.
Rektor Universitas Tarumanegara Agustinus Purna Irawan mengatakan, Untar termasuk dalam 25 perguruan tinggi yang siap menjalankan kuliah online atau pendidikan daring. Namun saat ini Untar masih menerapkan sistem blended learning atau gabungan kuliah tatap muka dan online untuk mata kuliah dasar umum (MKDU) seperti bahasa Inggris dan kewirausahaan untuk semua fakultas. (Neneng Zubaidah)
(rhs)
Sumber : https://news.okezone.com