Mahasiswa Politeknik Bisa Kuliah Lagi Setelah Ambil Cuti Bekerja

Mahasiswa Politeknik bisa melanjutkan kuliah meski di pertengahan mengajukan cuti untuk bekerja.FOTO/DOK.SINDO photo

Senin, 19 Maret 2018 - 08:14 WIB

Koran Sindo

 JAKARTA - Pemerintah sedang merancang sistem perkuliahan baru bagi mahasiswa politeknik. Mahasiswa bisa melanjutkan kuliah meski dipertengahan mengajukan cuti untuk bekerja. Kebijakan yang bakal dikeluarkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ini dilakukan agar politeknik tidak dipandang sebagai kelas dua dalam dunia pendidikan tinggi.

Menurut Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir, lulusan politeknik saat ini sangat kompeten dan dibutuhkan dunia kerja. Sistem baru yang dipersiapkan pemerintah bersama-sama dengan politeknik berupa perkuliahan Multi Entry Multi Outcome (MEMO). Sistem ini memungkinkan mahasiswa dapat memilih berbagai alternatif perkuliahan, sehingga ini bisa langsung bekerja di industri yang membutuhkan lalu mereka pun bisa melanjutkan kuliah lagi.

Nasir menjelaskan, dengan adanya MEMO maka pada tahun pertama mahasiswa dapat sertifikat Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) level tiga. Lalu jika ingin melanjutkan kerja dulu maka mahasiswa bisa cuti kuliah. Setelah itu dia bisa melanjutkan kuliah pada tahun kedua. Dengan sistem itu maka tidak ada mahasiswa yang drop out atau zero DO di politeknik.

"Sistem MEMO diharapkan dapat mempercepat kebutuhan industri dan memutus mata rantai kemiskinan. Sehingga mahasiswa lulusan politehnik akan selalu siap kerja dan bukan lagi siap training," katga mantan Rektor Universitas Diponegoro ini saat rapat koordinasi Forum Direktur Politeknik Se-Indonesia (FDPNI) di Jakarta, Minggu (18/3/2018).

Terkait penilaian akreditas, guru besar akuntansi ini menyebutkan banyak politeknik yang sebenarnya berkualitas namun belum mendapat akreditasi yang baik. "Instrumen yang digunakan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) adalah instrumen pada akademik. Sementara politeknik aspek akademiknya hanya 30 persen dan 70 persennya adalah praktek. Ini enggak nyambung. Jadi harus ada instrumen khusus untuk penilaian politeknik," ujarnya. Untuk itu, dialog dengan BAN PT akan sesegera mungkin dilakukan pihaknya guna mengatasi persoalan tersebut.

Ketua FDPNI Rahmat Imbang menyebutkan bahwa kajian skema MEMO ini masih membutuhkan beberapa penyesuaian dan penyelerasan peraturan. Di antaranya penyesuaian kurikulum, instrumen penilaian BAN PT, hingga pangkalan data pendidikan tinggi (untuk menjamin keabsahan ijazah).

Sementara Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, pemerintah sudah melakukan peningkatan terkait akses lulusan pendidikan vokasi ke dunia kerja melalui nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antar lima kementerian, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Penididikan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian BUMN.

Namun hal ini masih perlu dukungan dari sektor industri sebagai user dan penyedia lapangan kerja. "Agar pendidikan vokasi dapat disalurkan pada sektor tertentu, diperlukan akses terhadap industri," ujarnya.

Menurut Imelda, akses ke industry ini sebenarnya sudah diusahakan oleh pemerintah melalui MoU antara lima kementerian tersebut. Namun demikian, perlu adanya revisi dari para perusahaan, terutama dalam menentukan syarat bagi para pencari kerja. "Selama ini banyak sekali para lulusan pendidikan vokasi yang mengalami kesulitan dalam mencari kerja karena mereka dianggap tidak memiliki kualifikasi pendidikan. Padahal secara praktikalnya mereka memenuhi kompetensi yang ada," ungkapnya.

Imelda menambahkan, masih ada sebagian dari masyarakat yang memandang pendidikan vokasi sebagai pendidikan kelas dua. Pendidikan akademik yang memberikan gelar strata 1 (S1) atau strata 2 (S2) dan seterusnya masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab sulitnya lulusan pendidikan vokasi mencari pekerjaan.

Persyaratan perekrutan karyawan baru yang ditetapkan oleh perusahaan atau institusi lebih mengutamakan lulusan yang mengantongi ijazah akademik ketimbang ijazah pendidikan vokasi. Oleh karena itu perlu adanya perubahan persepsi dari sisi perusahaan/ pemberi kerja dan juga masyarakat. Karena keberadaan lulusan pendidikan vokasi bisa menjawab salah satu tantangan globalisasi yaitu masuknya pekerja asing ke Indonesia. "Kalau Indonesia memiliki pekerja yang sudah siap dengan keterampilan dan keahlian di bidangnya, maka tidak perlu takut bersaing dengan pekerja asing," jelasnya.

(amm)

Sumber : https://nasional.sindonews.com