Waduh! Beda Generasi, Kampus Terapkan Etika Berkomunikasi Antara Dosen & Mahasiswa
( Foto: Tibco)
Sabtu 07 Oktober 2017, 13:09 WIB
Siska Permata Sari, Jurnalis
JAKARTA - Tata cara berkomunikasi antara mahasiswa dengan dosen kini mulai dibuatkan aturan oleh pihak universitas. Alasannya, tak lain adalah perbedaan gaya komunikasi antara generasi milenial (mahasiswa) dengan generasi dari kalangan dosen. Perbedaan tersebut disinyalir membawa polemik tersendiri.
Salah satu universitas yang telah menerapkan aturan baku dalam etika berbahasa dengan dosen ini dibuat oleh Universitas Indonesia (UI) yang mengeluarkan aturan berkomunikasi bagi kalangan mahasiswa yakni, "Etika Menghubungi Dosen melalui Telepon Genggam".
Kepala Kantor Hubungan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Rifelly Dewi Astuti membenarkan aturan tersebut mulai diterapkan dari September 2017. Ia mengatakan, adanya aturan tersebut agar komunikasi antara mahasiswa dan dosen yang terjalin lebih terjaga.
Misalnya, kata dia, aturan itu meliputi kapan waktu yang tepat menghubungi dosen, bagaimana harus mengawali sapaan, menggunakan kata maaf, menyampaikan identitas secara jelas, menggunakan bahasa formal, pesan yang jelas, dan mengakhiri pesan dengan ucapan terima kasih serta salam.
"Imbauan itu sifatnya sama dengan imbauan lainnya. Semisal, aturan membuang sampah pada tempatnya dan menjaga barang berharga," kata Rifelly Dewi Astuti seperti dikutip dari Koran Sindo, Sabtu (7/10/2017).
Sementara itu menurut Kepala Unit Penjaminan Mutu Akademik dan Satuan Pengawas Internal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Teguh Kurniawan mengakui adanya persoalan komunikasi antara mahasiswa saat ini dengan kalangan dosen. Ia menilai, kondisi ini terjadi karena perbedaan generasi antara mahasiswa dan dosen.
"Terkadang mahasiswa melakukan komunikasi dengan gaya berbeda. Kebiasaan yang sering dilakukan misalnya mereka sering menyingkat kata. Karenanya, bahasa itu tidak dipahami. Jadi imbauan ini agar tidak menyingkat kata," jelas Teguh.
Serupa dengan perkataan Rifelly dan Teguh, pengamat sosial budaya UI Devi Rahmawati menilai adanya "Etika berkomunikasi" yang baru saja dikeluarkan UI bulan lalu merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan alternatif dan pengalaman bagi milenial agar dapat hidup harmoni dengan generasi lain. Sebab, kata Devi, generasi ini lahir dengan mantra download dan delete, di mana semuanya serba mudah dan cepat.
Ia menjelaskan, hadirnya generasi milenial ini tercipta dari dua faktor yakni arsitektur teknologi dan kultur pengasuhan rumah. Artinya, teknologi yang serba cepat dan efisien membuat para milenial terbiasa hidup dengan gaya teknologi. "Misalnya kosa kata milenial yang sangat sederhana dan singkat karena adanya aplikasi seperti Twitter yang hanya menyediakan kata sebanyak 140 karakter," papar dia.
Selain itu, ungkap Devi, kebebasan berekspresi di dunia maya juga menjadi salah satu faktor tambahan. "Di media sosial mereka bisa menyapa dan mengkritik orang-orang terkenal dengan mudah, mereka juga merasa seyogianya hal yang sama juga dapat dilakukan pada dosen atau guru di sekolah," tambahnya.
Sementara untuk pola asuh, Devi mengatakan, para generasi yang disebut milenial ini dibesarkan oleh orang tua yang memanjakan dan mengistimewakan mereka. Sebab, orang tua modern tidak ingin dinilai sebagai orang tua yang kejam dengan model disiplin tradisional seperti zaman dulu. "Alhasil kita melihat produk pola asuh itu sekarang. Generasi milenial memiliki diterminasi rendah. Mereka sangat percaya diri sehingga cenderung tidak menghargai orang lain," ungkap Devi.
Menanggapi aturan yang dibuat di Kampus Kuning itu, salah satu mahasiswa, Anna H merespon positif. Bagi Anna, sebagai mahasiswa seharusnya dapat menjaga etika berkomunikasi meskipun terdapat perkembangan dalam berkomunikasi. "Etika berkomunikasi bagaimana pun harus dijaga. Komunikasi dengan dosen berbeda dengan sesama teman," tandasnya.
Aturan berkomunikasi ini rupanya tak hanya di UI semata. Dua tahun lalu, Universitas Brawijaya (UB) bahkan pernah membuat aturan serupa melalui spanduk atau plamfet di kampus. Begitu juga di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, hingga Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.
(kem)
Sumber : https://news.okezone.com