Sulit Urus Keringanan UKT, Begini Tanggapan Ketua MRPTNI

Jakarta, Baru-baru ini media sosial dihebohkan kisah pilu salah satu mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) yang tengah berjuang meminta penurunan uang kuliah tunggal (UKT), namun meninggal karena sakit. Setelah kasus itu viral, banyak yang beranggapan  
akses pendidikan tinggi sulit bagi orang miskin.
 
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Jamal Wiwoho menjelaskan UKT mahasiswa ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
 
“Penentuan besaran UKT juga berdasarkan kemampuan atau keadaan ekonomi setiap mahasiswa. Misalnya saja, saat registrasi mahasiswa baru diminta mengunggah berkas seperti mengunggah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), biaya telepon, biaya listrik, biaya air, gaji orang tua, dan sebagainya. Berkas-berkas tersebut sebagai bukti lain agar alat estimasi penentuan UKT mahasiswa menjadi tepat,” papar Jamal dalam Business Talk bertajuk Pendidikan Tinggi Sulit untuk Si Miskin dikutip dari laman uns.ac.id, Kamis, 26 Januari 2023.  

Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) itu menuturkan dalam menentukan UKT terkadang tidak 100 persen bisa tepat. Dia mendorong mahasiswa yang UKT-nya tidak tepat bisa mengajukan keringanan.
 
“Kementerian pun memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan keringanan UKT atau penundaan UKT," tutur Jamal.
 
Dia menyebut wujud keringanan UKT dapat berupa pemotongan sekian persen dari UKT normal, penurunan grade UKT, atau mendapatkan pembebasan UKT. Hal ini, kata dia, merupakan cara-cara agar akses pendidikan khususnya terkait dengan besaran UKT tidak membebani.
 
"Bahkan, manakala UKT mahasiswa dikata masih membebani, dengan pemberian bukti yang cukup maka bisa saja UKT mahasiswa tersebut berubah,” kata Jamal.
 
Dia menyebut kampus dalam memutuskan pemberian potongan UKT mahasiswa perlu berkoordinasi bersama antara Program Studi (Prodi), fakultas, dan universitas. Hal ini agar penurunan UKT mahasiswa bisa segera diverifikasi dan diputuskan jumlah potongannya.
 
“Hal tersebut kita lakukan karena ini terkait dengan akuntabilitas pengelolaan keuangan kita. Maka, jumlah berapa pun yang harus dikurangi, harus berdasarkan keputusan yang tepat,” ucap Jamal.
 
Jamal menyebut dalam memperluas akses pemerataan pendidikan, pemerintah juga telah membuat program Wajib Belajar 12 tahun gratis. Dia berharap pemerintah bisa mengubah dengan memperpanjang kewajiban sekolah gratis secara perlahan.
 
"Jadi, tak ada lagi pemberitaan pendidikan tinggi sulit bagi si miskin. Pendidikan harus bebas akses entah bagi si kaya atau si miskin. Dengan demikian, persoalan dalam bidang pendidikan, dalam hal ini terkhusus pada UKT perlahan bisa diselesaikan," kata Jamal.
 
Dia menyebut pendidikan merupakan pilar menuju masa depan yang mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas. Sehingga, setiap masyarakat mempunyai hak mengakses pendidikan hingga ke pendidikan tinggi. (REN)

Sumber: medcom.id